Monday, October 15, 2012

CINGKUAK ISLAND


Hampir setahun saya melupakan bau khas udara di tepian pantai. Panas pasir yang terbakar matahari, anyir ikan hasil tangkapan nelayan, dan udara yang ikut ‘terasa asin’ kerna penguapan air laut. Hari ini saya kembali menghirup bau khas itu, sungguh membangunkan saraf-saraf indra saya yang hampir mati kerna terakhir saya liburan di pantai adalah November  tahun lalu di Pantai Cherating, Pahang Malaysia.

Cingkuak Island

Trip hari ini sederhana tapi luar biasa. Biasanya saya lebih akrab dengan pantai-pantai yang ada di negeri seberang, tapi sekarang saatnya saya mengeksplorasi negeri sendiri. Rasa menyesal dan malu sekali kerna saya betul-betul tidak tahu kalau di pantai barat Sumatera Barat itu banyak pantai yang luar biasa. 

Dulu waktu masih kecil saya hanya dibawa liburan ke Pantai Muaro Padang. Saya pikir hanya ini pantai yang dimiliki Sumatera Barat. Pantai yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia yang bergelombang tinggi, dan pasir pantainya tidak cukup menarik hati saya. Aktivitas disini hanyalah memandangi ombak yang bergulung sambil makan jagung bakar, argh membosankan. Selebihnya memori otak saya dipenuhi dengan keindahan pantai-pantai yang ada di Batam dan Negara tetangga.

Pagi ini bersepakatlah saya and the gang memulai perjalanan dari Kota Padang ke arah selatan yaitu Ranah Pasisia (Pesisir Selatan). Sekitar dua jam perjalanan sampailah di Pantai Carocok, dan langsung menyeberang ke Pulau Cingkuak yang nampak di depan mata.
Air laut biru toska, pantai pasir putih, tebing karang yang kokoh melukis keindahan alam selama berberapa jam kami disini. Tidak akan mati gaya selama di pulau ini, kerna tiap weekend  penduduk setempat menyewakan banana boat dan jet ski ataupun anda yang ingin mengelilingi pulau dengan speed boat cukup dengan membayar Rp.15.000 per orang, harga yang sama untuk banana boat. Sedangkan untuk jet ski di charge Rp. 100.000 per 10 menit.

Berkeliling Pulau Cingkuak
Saya lebih menikmati snorkeling walaupun terumbu karang disini banyak yang mati kerna pengaruh gempa besar tahun 2009 yang meluluh lantakan bagian barat Sumatera Barat. Tapi walaupun demikian masih banyak dijumpai ikan-ikan karang berwarna-warni yang sangat cantik. Dan tidak ketinggalan mengabadikan beberapa sudut pulau dengan ‘my red lady’  Canon EOS Kiss X-50.

Sayangnya disini tidak ada bungalow, homestay, chalet atau sejenisnya. Saya dengar-dengar masih ada sengekta kepemilikan lahan dan pengelolaan area. Menurut pendapat saya ini harus menjadi perhatian khusus Dinas Pariwisata setempat untuk mengelola, tidak hanya sekadar memungut retribusi tiga ribu rupiah per pengunjung saat  akan menyeberang dari Pantai Carocok ke Pulau Cingkuak, sementara pantai masih kotor dengan sampah pengunjung dan tidak satupun tong sampah milik pemerintah ‘dipajang’ disini. Toilet umum pun masih kurang memuaskan pengunjung cerewet seperti saya.

Saya bermimpi bisa membeli tanah disini dan membangun chalet, dan melengkapi fasilitas umum lainnya kemudian berpromosi tentang tempat ini di cyber. Jangan sampai pantai ini suatu saat dibeli Bule lagi dan dijadikan private island seperti Pulau Cubadak. Kemudian juga ingin membuka toko souvenir yang menjual semua pernak pernik khas Pulau Cingkuak, memalukan sekali rasanya saat saya melihat satu gerai yang menjual baju pantai disini betuliskan I LOVE BALI. Tidak ketinggalan untuk membuat paket ‘Pancing Mania’ dengan kapal milik saya dan setiap hasil tangkapan bisa dengan bebas mereka masak di kedai makan saya tidak perlu dipungut biaya, cukup men-charge sewa kapal dan perlengkapan pancing saja.

The Bridge of  Roots
Stop bermimpi nova! Mari lanjutkan perjalanan ke Jembatan Akar (Jambatan Aka), yang masih berada di Ranah Pesisir ini. Sambil ‘berakal’ (Bar'aka' = bahasa minang) untuk mewujudkan mimpi itu.