Sunday, October 24, 2010

24 Jam di Tiga Bandara untuk Keluarga

saree nova sari
Menjelang subuh saya sudah harus bergerak dari rumah menuju airport Minangkabau. Pesawat pagi itu akan membawa saya singgah di LCCT Kuala Lumpur. Di sana saya sudah ditunggu rombongan keluarga Nagapa. Saya harus fitting Saree yang akan saya pakai untuk acara Dinner Party di Novotel Singapura malam nanti.
Saya hanya punya waktu 1 jam sebelum pesawat selanjutnya membawa rombongan keluarga ini ke Teriminal 1 Singapura.

Sampai di Singapura, kami langsung menuju hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan untuk acara malamnya. Malam itu adalah hari terpenting dalam hidup Gopal dan Eileen. Saya pun harus tampil sempurna malam itu, sedapat mungkin bisa berbaur dengan keluarga ini, tidak mau nampak jadi orang asing.
Satu masalah saya adalah, malam ini party nya berkonsep purple dan pakaian tradisional India. Seumur hidup saya belum pernah memakai Saree. Kain tanpa dijahit begini? Bagaimana cara saya memakainya? Untunglah ibu Moo dengan senang hati memakaikannya untuk saya.

Saree mempunyai tiga bagian, yaitu blouse, rok dalaman, dan kain saree itu sendiri. Blouse saree bermacam modelnya, saya coba pakai model yang sedikit terbuka. Saya masih PeDe kerna bentuk tubuh saya masih oke. Sebelum saree dibalutkan ke tubuh, ujung nya yang satu disangkutkan pada rok dalaman saree. Kemudian ujung sari yang lain di lipat-lipat, dililitkan ke tubuh sesuai dengan kegemukan dan ketinggian si pemakai.
Wah, seketika saya berubah menjadi gadis india, huhuhu.

Malam itu sungguh special bagi saya, dapat bergabung dengan keluarga besar Nagapa dan mempelajari adat mereka. Dan tidak ketinggalan mencicipi berbagai hidangan ala India. Semua rasanya cocok dengan lidah saya yang memang tidak pemilih dalam hal makanan.
Setelah puas berpesta sampai tengah malam, paginya saya masih punya waktu untuk berkeliling kota singa. Mampir ke little India, masuk ke kuil dan makan nasi Briyani di Restoran Sakunthala’s. dalam pukul dua kami harus bersiap menuju airport dan kembali ke Kuala Lumpur.
Sampai di Kuala Lumpur, saya dan Moo ingin menjauhkan diri dari hiruk-pikuk kota. Malamnya kami packing perlengkapan untuk bercamping. Satu backpack penuh dengan tenda dan peralatan memasak. Kami langsung menuju Hutan Wisata Sungai Chongkak.

Satu jam perjalanan sampailah di lokasi, hari sudah malam. Dengan membayar 10 Ringgit, tapak untuk mendirikan kemah didapatkan. Dengan secepatnya kami dirikan tenda, kemudian menyiapkan hidangan makan malam. Ayam BBQ dan juga masak macaroni dan sosis. Badan terasa sangat penat malam itu, sehingga hujan lebatpun kami tetap tertidur pulas sampai pagi. Air sungai pun sudah berubah keruh kerna hujan lebat semalaman.

Bersantai di hutan, sambil main catur dan  merencanakan perjalanan selanjutnya ke Melaka. Siang itu dengan mobil moo kami bergerak menuju Melaka kota bersejarah.
Menjelang sore kami sudah sampai. Langsung mencari hotel, dan mandi. Kemudian sepanjang sore dan malam kami menghabiskan waktu di kota Melaka. Mengunjungi Famosa, Museum, Benteng dan berkeliling kota dengan becak wisata.

Untuk menu makan malam, kami bertanya ke penduduk lokal apa yang menjadi ciri khas Melaka. Mereka menyarankan kami untuk makan Asam Pedas Melaka. Sudah bertahun saya makan asam pedas, memang asam pedas yang saya makan malam itu adalah yang terenak. Melaka tidak pernah kehabisan ide dengan berbagai makanan nya. Saya si penggemar asinan, merasa sangat senang berada disini.
penat berjalan, kami duduk di pinggiran sungai yang mengalir ditengah kota Melaka, kembali kami main catur. bersantai dan merencanakan kemana langkah selanjutnya untuk esok pagi.

Wednesday, June 16, 2010

Nge-Gowes

view Sawah yang menguning dan Danau Singkarak
Hobi baru sejak pindah ke bukittinggi (baca: sejak pulang kampung).
Bulan pertama bergabung di Dinas Pertanian, kebetulan pas weekend  Pemko mengadakan event sepeda santai. Saya, Lia dan Ira (teman baru disini) datang hanya untuk sekadar melihat-lihat, sepertinya asyik sekali mereka nge-gowes sepeda sambil menikmati keindahan panorama Bukittinggi.

Berusaha mencari rental sepeda, tapi tidak ada. Akhirnya dihari itu kami hanya jadi penonton yang berputih mata. Apalagi saat event itu bertemu rekan senior satu kantor yang ikut event.
hmm..sepertinya cara satu-satunya adalah harus punya sepeda sendiri. Caranya? Ya beli dong nov!
Dengan keuangan yang pas-pasan, kerna gaji pertama disini hanya setengah dari gaji yang pernah saya terima sebelumnya, saya mencicil beli sepeda.
Kemudian saya dan dua teman wanita itu bergabung dengan grup sepeda di kantor.  (KENANGAN AWAL JATUH CINTA DENGAN SEPEDA)

Kemudian tiap hari minggu kami rutin bersepeda santai. Mulai dari rute yang ringan tanpa tanjakan sampai rute ospek untuk anggota baru, mendaki-menurun dengan kelandaian sampai 45 derjat.
Minggu selanjutnya kami berencana bersepeda mengelilingi Danau Singkarak. Minggu paginya kami lebih awal berkumpul di rumah Pak Hasnil sangking semangatnya membayangkan perjalanan yang membahagiakan itu. Rencana awal, dari Bukittinggi ke Singkarak pakai mobil Pak Edi, kemudian sampai disana baru bersepeda mengelilingi danau.

Ternyata pagi itu semua planning berantakan. Pak Hasnil tidak bisa ikut kerna ada tugas ke Padang, dan tiba-tiba Pak Edi pun batal ikut. Yah, pupus harapan kami. Tidak ada mobil untuk berangkat, sedangkan semangat sudah mengebu-gebu.
Anak muda harus punya semangat ’45, baru Indonesia bisa merdeka.  Jam 7 pagi, Saya, bang Anton, bang Hen, Lia dan Wel tetap pergi ke Singkarak. Pakai mobil? Nope! Kami nge-gowes dari Bukittingi ke Danau Singkarak yang berjarak sekitar 50 Km. 
Jarak Bukittinggi-Danau Singkarak
Mulai dari start sampai Koto Baru tidak sekalipun jalan menurun, Lia yang habis begadang menonton bola hampir saja ingin mundur kerna kehabisan energi, tapi berkat ‘tipu daya’ si Wel yang mengatakan sebentar lagi sudah sampai Padang Panjang dan jalannya hanya menurun, Lia pun percaya. Padahal kami baru mengayuh sepeda sekitar 10 Km dari perjalanan yang tidak pernah terbayangkan oleh saya dimana garis finishnya.

 Jam 11, akhirnya kami sudah melihat danau. Nah, Singkarak sudah di depan mata dan saatnya berfoto. Saya pikir ini akhir dari perjalanan hari ini. Melihat keindahan hamparan sawah penghasil Bareh Solok (beras solok yang sangat terkenal itu), kemudian air danau yang jernih rasa ingin segera menceburkan diri. 
Tapi bang Hen bilang, ‘kita istirahat dirumah kakak abg aja ya.’   
‘masih jauh?’
‘ngak, nanti siap jalan berbelok ini mendaki sedikit dan sampai di rumahnya.’
sudah setengah jam mendaki panas pun sangat terik, tapi rumah kakak bang hen masih tanda tanya.

Ini kali kedua saya dibohongi tentang jarak. Dulu waktu saya bertualang di perkebunan kelapa rakyat di Guntung Indragiri Hilir, hal yang sama dikatakan abang cek. ‘Masih jauh bang?’’taklah dah dekat dua parit aja, ini udah parit lapan, kita tu ke parit sepuluh”. Ternyata jarak atara satu parit itu satu kilo meter. Gubraakk!!!
Nyebur di Danau Singkarak
Pukul 12 lewat kami sampai dirumah kakak bang hen dan semua langsung terkapar. Setelah menyantap hidangan makan siang ikan bilih Danau Singkarak yang disiapkan uni (kakak), kami sholat zuhur dan siap-siap nyebur ke danau.
Huh? Berenang? Kan tidak bawa persiapan! Bukan masalah. Berenang pakai kain sarung saja, yang penting nyebur ke air. Perjalanan panjang yang sangat melelahkan ini terbayar dengan kegembiraan. BADAN SEHAT HATI BAHAGIA, cheers!!