Wednesday, May 15, 2013

Oh Borneo...my dreamland


Pasar Terapung Lok Baintan
Sejak lama saya mengimpikan untuk menginjakkan kaki di tanah Borneo, setidaknya, mulai intens saat saya memutuskan untuk menerima tawaran mutasi kerja ke Kalimantan tahun 2008. Semua sudah dirancangkan boss saya. Dan tahukah kamu? saya betul-betul excited dengan ide si boss dan pertualangan hidup disana nantinya. Saat itu kami sudah survey tentang Samarinda, ah..sungguh indah dalam imajinasi saya. Daerah yang banyak sungai, pantai biru-toska dan pasir putih di utara, serta kerja yang berhubungan dengan perkebunanan sawit. what a great life.

Dalam satu jentikan jari, mimpi berubah total. Demi satu pembuktian pada orang tua, saya ikut test kerja di Bukittinggi, alhasil saya diterima. Semua bahagia tapi saya galau membuat pilihan.

Ditahun ke empat saya bekerja di Bukittinggi, mimpi tentang Borneo tiba-tiba jadi kenyataan dalam bentuk yang lain. Kunjungan kerja singkat ke Banjarmasin, hanya 4 hari kerja tapi cukup memuaskan hati saya.

Cara mengecek keaslian Zamrud
Baru saja Lion Air yang saya tumpangi mendarat di Syamsudin Noor airport, saya langsung menuju Martapura. Sekitar 30 menit dari airport. Siapa yang tidak kenal daerah ini, pusat jualan intan dan batu alam yang paling tersohor di Indonesia. 
Ah...malunya saya, merasa sangat bodoh kerna selama ini saya pikir batu alam itu di dulang di Sungai dalam bentuk yang sudah cantik.
Tahukah saudara-saudara? ternyata batu alam itu ditambang, Kecamatan Cempaka adalah dapur batu alam, intan-permata yang ada di Kalimantan Selatan ini.


Bongkahan batu hasil tambang itulah yang dipecah-pecah dan diasah menghasilkan batu mulia dan batu alam yang sangat cantik dengan kadar kekerasan batu yang sangat beragam.
Baru berdasarkan kadar kekerasan

Kunjungan lainnya adalah ke Pasar Lok Baintan, pasar terapung yang ada di Sungai Barito. Satu lagi mimpi saya menjadi nyata, mengambil foto pasar terapung! 
Dan sepanjang perjalanan Sungai Barito, memori saya flashback pada masa-masa saya tinggal di Indragiri Hilir Riau. Kondisi alamnya sama.

Di Pasar Lok Baintan ini saya melihat 99% pedangang dan pembeli adalah kaum wanita. Sungguh tangguhnya mereka mendayung sampan saat melawan arus.
Sepintas mungkin terlihat mudah saja mendayung sampan, tapi sungguh itu pekerjaan sulit. Saya pernah mencoba dan tidak sedikitpun sampan saya bergerak.
Minyak bulus, lintah, buntal




Sore menjelang magrib saya memberanikan diri untuk JJS (Jalan-Jalan Santai) sendirian, menikmati suasana sunset dan sedikit mengenal kota ini. Saya yakin tidak akan tersesat kerna GPS ada ditangan. Banyak hal yang saya jumpai sepanjang perjalanan saya. Dan ketika azan magrib menggema, saya putuskan untuk kembali ke Hotel, dan mulai mengaktifkan GPS saya, memintanya untuk menunjukkan jalan kembali ke Hotel. 
Sialnya...GPS tidak menemukan hotel yang saya maksud. kok bisa? padahal ini kan hotel terkenal yang ada dikota ini. 
Ada buktinya nov hotelnya terkenal?
Ya..setidaknya Ariel Noah juga menginap dihotel ini.
ok..back to the case....


Ratusan penyu gagal mencoba untuk hidup
Saya sudah cukup jauh 'menyasarkan' diri. Akhirnya saya bertanya pada bapak yang duduk dipinggir kedai kecil di depan jembatan. Sambil melepas lelah, saya mengobrol dengan dia dan bertanya jalan kembali ke hotel saya. Saya pikir arah yang diberikannya sudah cukup menuntun saya untuk pulang, saya pamitan.

Lagi-lagi saya menyasarkan diri diperjalanan. Saya bertemu ibu tua penjual telur penyu. Tiba-tiba saya merasa sedih sekali. Bukan saya sok jadi orang yang peduli pada lingkungan, tapi saya ingat film animasi Sammy Adventure I and II. (Film animasi yang bercerita tentang pertualangan penyu).
Demi mendapat informasi dari si Ibu saya rela membeli telur penyu nya Rp.8000 per butir. Telur itu tidak akan saya makan, tapi sekadar pengingat dan jadi memori untuk saya suatu saat nanti.